Kamis, 02 Juli 2009

Menyikapi Penurunan RAPBD-P Kota Tanjungpinang 2009

Penurunan bagian Kota Tanjungpinang 2009 dari sumber dana perimbangan dana bagi hasil minyak bumi dan gas sudah tentu akan berakibat kepada struktur pendanaan pada APBD tahun 2009, Turunnya cukup signifikan. 21,62 persen dari total APBD murni. Kendati realisasi minyak bumi dan gas ditentukan oleh harga pasar yang cendrung fluktuatif . APBD 2009 Kota Tanjungpinang tetap harus berpatokan pada alokasi DBH yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yaitu sebesar Rp.42,391 milyar lebih.

Bagi Pemko Tanjungpinang penurunan ini bukan yang pertama kali. Kejadian yang sama pernah terjadi pada tahun 2004. bahkan pemberitahuan penurunan terjadi setelah RAPBD Perubahan ditetapkan tepatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran berakhir. Rasionalisasi anggaran terpaksa dilakukan dengan cara meninjau ulang prioritas kegiatan, meneliti satu persatu apakah program dan kegiatan maupun proses administrasi belum dilaksanakan. karena suatu hal yang tidak mungkin bila program dan kegiatan yang sudah dalam proses, baik administrasi apalagi sudah dalam tahap pengerjaan untuk dijadwal ulang atau ditunda. Kondisi ini dapat dilalui tampa gejolak, karena dukungan dan partisipasi dari semua pihak baik pihak legislatif maupun seluruh kepala SKPD yang terkena penjadwalan terhadap program dan kegiatan dimaksud dapat memahami terhadap kondisi yang dihadapi.

Pengalaman tahun 2004 harusnya menjadi pelajaran untuk merencanakan lebih hati-hati dalam pengganggaran RAPBD setiap tahunnya. Sikap kritis sangat diperlukan. Ini suatu keharusan karena ketergantungan sumber dana Kota Tanjungpinang sangat signifikan, sangat besar yaitu rata-rata mencapai 70 persen dari Total APBD. Sikap hati-hati lebih ditujukan pada anggaran yang bersikap mengikat atau setidak-tidaknya seakan-akan mengikat seperti penambahan tunjangan kesejahteraan pegawai , honor, bantuan-bantuan, Belanja dimaksud "sangat sulit " bahkan hampir-hampir tidak mungkin diturunkan apalagi dihentikan , karena bisa menimbulkan dampak yang tak diinginkan serta menimbulkan gejolak ketidakpuasan. Walaupun pada awalnya pertimbangan kenaikan tersebut salah satunya karena adanya kenaikan pada jumlah pendapatan APBD. Dan saat sumber dana APBD turun seperti sekarang, pertanyaannya perlu dijawab adalah : Bisakah semua pihak memahami , memaklumi dan berlapang dada untuk sama-sama mengatasi masalah secara bersama-sama. ??

Jika kita berani berkata bahwa kenaikan belanja yang sifat mengikat tersebut sudah terlanjur. dan tidak bisa diganggu gugat. Jelas yang harus "dikorbankan "tentulah kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Kalau ini terjadi tentunya sudah melenceng dari tujuan awal pemerintahan diadakan. Oleh sebab itu, suka atau tidak suka perlu kearifan serta kebesaran hati untuk mancari jalan keluar bersama dan menyikapi rencana perubahan APBD 2009 yang sedang disusun.

Walaupun terdapat penurunan di sisi DBH Migas, Namun dalam draf RAPBD perubahan 2009 masih mengalami kenaikan sekitar Rp 52,750 milyar. Sehingga APBD semula sebesar Rp. 579,555 milyar naik menjadi +/- Rp. 632,305 milyar. Kenaikan ini sepenuhnya didukung dari SILPA tahun 2008 yang berjumlah sekitar Rp. 178 milyar lebih.

Sementara itu program dan kegiatan yang mendesak seperti jembatan gugus, kantor dinas 5 lantai ( multi year ) , pemeliharaan jalan, taman, dan alat kebersihan total dana minimum yang diperlukan ( setelah bebrapa kali diteliti dan dikurangi ) berjumlah +/- Rp. 69,500 milyar lebih dengan demikian masih terjadi kekurangan sebesar Rp. 16,750 milyar ( Rp.69,500 milyar - 52,750 milyar ). Dengan demikian dilakukan penundaan program dan kegiatan berdasarkan prioritas dihampir disemua SKPD terutama yang bersifat sosialisasi, pelatihan, pengadaan peralatan kantor dan program kegiatan sejenis yang dimungkinkan untuk ditunda.

Mudah-mudahan draf Perda RAPBD-P segera dapat dibahas dan ditetapkan , karena direncanakan pada pertengahan Agustus 2009 , draf KUA, PPS untuk RAPBD 2010 sudah dapat disampaikan.




Minggu, 14 Juni 2009

Peta Kota Tanjungpinang

FTZ TANJUNGPINANG

Menapak Jalan Setapak di FTZ Dompak

Bukan karena pesimis, sinis , atau suka berlebih-lebih . Setidak tidaknya judul “Menapak Jalan Setapak di FTZ Dompak mewakili kegalauanku. Ada pertanyaan yang harus dijawab. Apakah Badan Pengusahaan Kawasan Bintan (BPKB) Wilayah Tanjungpinang akan tertinggal atau memang dari awal ditinggalkan ?
Mungkinkah dengan modal cekak yang hanya mempunyai tanah kosong melompong , tak berpenghuni, tak ada sarana jalan, listrik, air, ??. Apalagi tidak punya pelabuhan yang menjadi andalan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Apakah BPKB Wilayah Tanjungpinang mampu bersaing cepat seperti kawasan lainnya ?.
Walaupun secara tegas ditekankan bahwa Kawasan Batam,Bintan dan Karimun ( BBK) tidak dipandang sebagai satuan wilayah administratip (Bintan terdiri dari Kabupaten Bintan dan Pemko Tanjungpinang). Kenyataan dilapangan berkata lain .Simaklah kemana diarahkan segala uneg-uneg atau keluhan , selain ke Pemko Tanjungpinang.
Konsep kawasan non administratip inilah awal mulanya Kota Tanjungpinang kurang mendapat porsi yang seimbang dari kawasan Bintan lainnya. Penyusunan Rencana Strategis Pengembangan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun serta Zoning Regulation FTZ untuk kawasan Bintan lebih berfokus kepada Bintan selaku wilayah administratip, bukan dalam pengertian kawasan.
Ini jelas tertuang didalam Kajian Faktor Internal Kawasan BBK pada Rencana Strategis Pengembangan BBK yang tertulis sebagai berikut :

Kawasan Ekonomi Khusus Batam-Bintan-Karimun terdiri atas dua Kabupaten dan satu kota yaitu Kota Batam , Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun. dst.”

Nah karena konsep awalnya seperti ini, maka jangan heran bila dalam ketentuan- ketentuan , kebijakan, petunjuk tehnis bahwa sampai pada draf Perpres yang masih dalam pembahasan ditingkat pusat. Kawasan FTZ Tanjungpinang hampir-hampir tidak terakomodir didalamnya.
Wajar… bila kegalauan ini muncul, Pertanyaan seperti apa yang harus diperbuat , dari mana harus dimulai, bagaimana mau memulai dan jika ada calon investor yang datang ke sekretariat BPK Tanjungpinang yang baru diresmikan hijrahnya. Apa gerangan yang ditanya ?. dan apa pula jawaban yang harus diberikan. Entahlah.,..
Pidato Pengarahan Walikota Tanjungpinang


4Rapat Koordinasi Kaw FTZ 19 Sep 2008
4Rapat Koordinasi Kaw FTZ 19 Sep 2008 Syafrial Evi Ms

Jumat, 22 Mei 2009

DRASTIS PENURUNAN MIGAS 2009 KOTA TANJUNGPINANG


" Jumlah Penurunan Mencapai 125,177 Milyar Rupiah Lebih "

Sebuah kenyataan yang perlu disikapi dengan bijak. Dan ini yang kedua kalinya terjadi sejak Kota Tanjungpinang ditetapkan sebagai daerah otonom, Pertama pada tahun 2004 disebabkan oleh faktor pengembangan wilayah, dan untuk tahun 2009 ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi . Namun apapun alasannya sebagai daerah otonom yang hampir 70 persen sumber pembiayaannya bersumber dari bagi hasil. kendati Tanjungpinang bukan daerah penghasil. Penurunan ini perlu untuk dihadapi bersama. Tak lain yang harus dilakukan selain meninjau kembali prioritas-prioritas anggaran tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Penurunan sebesar 125,177 milyar rupiah lebih sama dengan 21,60 persen dari total APBD murni 2009. Jumlah ini hampir sama dengan kelebihan dari booming migas tahun 2008, sementara itu defisit anggaran tahun 2009 sebesar 60 milyar rupiah, maka diperkirakan APBD Kota Tanjungpinang setelah perubahan sekitar 580 milyar rupiah lebih. Artinya hampir tidak memungkinkan terjadinya kenaikan terhadap APBD 2009. Alih-alih naik, kemungkinan penjadwalan dan penurunan mungkin saja dilakukan, guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan serta sikap berjaga-jaga menghadapi stuasi perekonomian yang belum pulih.

Sebagai gambaran jumlah rencana bagi hasil dari Migas Kota Tanjungpinang tahun 2005 sampai dengan 2009 berdasar Peraturan Menteri Keuangan sbb:
  • Tahun 2005 sebesar Rp. 14.601.000.000,- atau 8,66 persen dari APBD
  • Tahun 2006 sebesar Rp.129.668.000.000,- atau 35,13 persen dari APBD
  • Tahun 2007 sebesar Rp. 61.000.000.000,- atau 15,67 persen dari APBD
  • Tahun 2008 sebesar Rp. 167.568.163.000,- atau 41,05 persen dari APBD
  • Tahun 2009 sebesar Rp. 42.391.172.000,- atau 7,31 persen dari APBD
Tentunya tidak elok bila kita mendoakan harga migas naik agar bagi hasil migas kita turut naik. Yang paling molek tentu ikut bersama-sama memikirkan jalan keluarnya atau setidak-tidaknya memahaminya.